Seorang penjual produk kosmetik, termasuk krim kecantikan dan skincare, berada di bawah sorotan hukum karena diduga menyebarkan produk yang mengandung bahan berbahaya dan tidak mematuhi standar yang berlaku. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan pembinaan kepada penjual tersebut melalui pesan WhatsApp, menginformasikan bahwa produk yang dijualnya mengandung bahan berbahaya seperti mercury dan belum memiliki izin edar dari BPOM.
Meskipun telah diberikan peringatan, penjual tersebut tidak menghentikan kegiatan bisnisnya. Sebaliknya, ia terus melakukan aktivitas jual-beli terhadap berbagai jenis produk kosmetika tersebut. Selama persidangan, penjual tersebut menyatakan ketidaktahuannya dan ketidakpahamannya terhadap isi pesan pembinaan dari BPOM, yang menyebabkan kelanjutan kegiatan usahanya. Dalam proses ini, penjual tersebut dinyatakan bebas di Pengadilan Negeri, namun Penuntut Umum meneruskan upaya hukum hingga tahap kasasi.
Mahkamah Agung kemudian mengambil keputusan berdasarkan dasar hukum Pasal 196 UU No. 36/2009 tentang Kesehatan. Pasal tersebut menyatakan bahwa seseorang yang dengan sengaja menyebarkan produk farmasi atau alat kesehatan yang tidak mematuhi standar, persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu dapat dianggap melanggar hukum. Mahkamah Agung juga mempertimbangkan bahwa penjual tersebut tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas peredaran produk farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar atau persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu.
Dengan dasar hukum ini, putusan Mahkamah Agung menegaskan bahwa tindakan menyebarkan produk kosmetik yang berpotensi membahayakan dan tidak mematuhi standar merupakan pelanggaran serius terhadap hukum kesehatan. Hal ini juga memperkuat langkah-langkah pemerintah dalam menjaga kualitas dan keamanan produk kesehatan di pasaran sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
/ diterbitkan